ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUBERKULOSIS
Disusun dalam Rangka Tugas Terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I pada Semester III Tahun Akademik 2010/2011
Oleh:
DIAH NURLITASARI
NIM P3.73.20.1.09.010
DOSEN:
Dra. Nelly Yardes, SKp, MKep.
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN KIMIA 17
POLTEKKES KEMKES JAKARTA III
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis” ini terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah di Akademi Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menemukan banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan pengarahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya tepat waktu. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Heryati SKp, Mkes selaku Direktur Poltekkes Kemkes Jakarta III
2. Ibu Yupi Supartini SKp, MSc selaku Ketua Jurusan Keperawatan
3. Ibu Pramita Iriana, SKp, Mbiomed selaku Ketua Program Studi Keperawatan Kimia 17
4. Bapak Ns. Sunardi, M.Kep. Sp.KMB selaku Koordinator MK KMB
5. Dra. Nelly Yardes, SKp., MKep selaku dosen pembimbing MK KMB
6. Orang tua yang telah mendoakan, dan
7. Teman-teman yang telah banyak membantu.
Semoga bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga makalah nini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan bagi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tenaga keperawatan.
Jakarta, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................... 2
C. Metode...................................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR
A. Definisi..................................................................................................... 3
B. Patofisiologi.............................................................................................. 3
C. Tanda dan Gejala...................................................................................... 4
D. Komplikasi................................................................................................ 5
E. Penatalaksanaan........................................................................................ 6
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................................. 7
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................. 10
C. Perencanaan dan implementasi................................................................. 10
D. Evaluasi..................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga dipengaruhi.
Berdasarkan berbagai teori, ada beberapa faktor resiko TBC, diantaranya adalah kebiasaan merokok, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan usia.
TBC mempunyai tanda dan gejala, yaitu demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada dan malaise. TBC dapat menyebabkan komplikasi seperti hemoptisis berat, pneumothoraks dan yang paling parah adalah penyebaran TB ke jaringan lain sperti ginjal, tulang dan otak.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja, atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja kebun. Rata-rata, seorang penderita penyakit TBC akan kehilangan 3-4 bulan waktu kerja produktif.
Dampak TBC bagi keluarga adalah penderita penyakit TBC yang tidak diobati dengan baik bisa menularkan bakteri TBC pada keluarganya, termasuk anak. Juga mereka tidak dapat bebas bergaul - jangan sampai menularkan bakteri TBC. Hal ini sangat sulit bila mereka tinggal dalam satu rumah dengan banyak orang. Sedangkan dampak bagi masyarakat yaitu TBC banyak menyerang anggota masyarakat usia bekerja (15-54 tahun), sehingga negara kekurangan tenaga trampil. TBC banyak menyerang masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga menambah tingkat kemiskinan.
Berdasarkan masalah yang kompleks di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis” guna memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan secara umum memberi gambaran tentang penerapan Asuhan Keperawatan pada kasus tuberkulosis paru. Tujuan penulisan secara khusus memberikan gambaran tentang:
1. Konsep dasar Tuberkulosis Paru
2. Pengkajian pada pasien kasus Tuberkulosis Paru
3. Diagnosa Keperawatan yang ditemukan dari kasus Tuberkulosis Paru
4. Rencana Keperawatan yang disusun pada kasus Tuberkulosis Paru
5. Evaluasi yang diharapkan terhadap rencana keperawatan yang dilakukan
C. METODE
Di dalam makalah ini ruang lingkup membahas tuberkulosis secara teoritis.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. BAB I Pendahuluan
4. BAB II Tinjauan Pustaka
5. BAB IV Penutup
6. Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Definisi/pengertian
Menurut Brunner & Suddarth, 2002, tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis, penyakit menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga dipengaruhi (LeMone, 2000). TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Kemkes RI, 2001).
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/µm. Spesies lain kuman ini yang dapat menginfeksi pada manusia adalah M. Bovis, M. Kansasii, Mintracellulare. Sebagian besar kuman ini terdiri atas lipid. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih senang pada jaringan yang kaya oksigen. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan temppat predileksi penyakit tuberkulosis.
b. Patogenesis
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon.Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
3. Tanda dan Gejala/Manifestasi klinik
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk
Terjadi batuk > 2 minggu. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering, kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul apabila infiltrasi sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Maleise
Gejala maleise sering ditemukan berupa anoreksia, BB turun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam. Gejala maleise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
4. Komplikasi
a. Hemoptisis berat à sumbatan jalan napas bawah & syok hipovolemik
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c. Bronkhiektasis (pelebaran bronchus) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pneumothoraks à udara di dalam rongga pleura
e. Penyebaran TB ke jaringan lain à otak, tulang, ginjal, dll
5. Penatalaksanaan
a. Nonbedah
1) Terapi farmakologi
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
a) Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b) Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b) Obat sekunder : Etionamid, Protionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Viomisin, Tiasetazon dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat | Dosis harian (mg/kgbb/hari) | Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) | Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) |
INH | 5-15 (maks 300 mg) | 15-40 (maks. 900 mg) | 15-40 (maks. 900 mg) |
Rifampisin | 10-20 (maks. 600 mg) | 10-20 (maks. 600 mg) | 15-20 (maks. 600 mg) |
Pirazinamid | 15-40 (maks. 2 g) | 50-70 (maks. 4 g) | 15-30 (maks. 3 g) |
Etambutol | 15-25 (maks. 2,5 g) | 50 (maks. 2,5 g) | 15-25 (maks. 2,5 g) |
Streptomisin | 15-40 (maks. 1 g) | 25-40 (maks. 1,5 g) | 25-40maks. 1,5 g) |
2) Pencegahan
a) Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
b) Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
c) Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak
d) Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e) Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f) Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
- Bedah
Reseksi bedah dari jaringan paru yang terinfeksi adalah pengobatan umum untuk Tuberkulosis di awal abad ke-20 tetapi jarang digunakan saat ini. Pembedahan dapat diindikasikan untuk menghapus sebagian dari paru-paru ketika penyakit ini lokal atau kavitasi telah terjadi dan menginfeksi basil resisten terhadap beberapa obat.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat:
1) Kaji sejarah perjalanan klien: apakah pernah pergi ke tempat dengan insiden tinggi TBC.
2) Tanyakan pada klien apakah pernah mendapat vaksin BCG
3) Kaji identitas klien
4) Kaji riwayat keluarga tentang penyakit TB.
b. Pemeriksaan Fisik:
1) Kaji kondisi fisik pasien: lemah
2) Kaji adanya deman, mual-muntah dan tidak nafsu makan
3) Timbang BB klien
4) Kaji adanya batuk, batuk berdarah dan batuk produktif
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto Rontgen
Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-paru. Tapi masalahnya, gambar rontgen dari TBC paru pada anak umumnya tidak khas sehingga menyulitkan interpretasi foto. Diperlukan orang yang benar-benar ahli, untuk menghindari terjadinya overdiagnosis atau underdiagnosis.
Pada orang dewasa, kuman TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas, sehingga pada gambar rontgennya akan terlihat adanya infiltrat pada daerah tersebut. Sedangkan pada anak-anak, kuman TB membangun sarang di kelenjar getah bening yang lokasinya berdekatan dengan jantung. Jika hanya difoto dari depan akan sulit melihat adanya infiltrat, karena terutup oleh bayangan jantung. Oleh karena itu, untuk memperkuat diagnosis, foto rontgen juga harus dilakukan dari arah samping.
2) Sputum
Bila ditemukan adanya bakteri TB di dalam 2 sampel dari 3 sampel dahak seseorang, berarti orang tersebut dikatakan positif mengidap TBC paru aktif. Pengambilan sampel dilakukan secara SPS, maksudnya Sewaktu kunjungan pertama, esok Paginya, dan Sewaktu kunjungan berikut (kedua) yaitu sebagai berikut:
a) Hari 1 – Dahak diperiksa di lab sewaktu seorang datang dengan gejala penyakit TBC.
b) Hari 2 – Keesokan harinya sehabis bangun tidur, dahak keluarkan di rumah dan dibungkus, akan diperiksa pada saat orang mengantarkannya ke lab.
c) Hari 3 – Orang diminta lagi mengeluarkan dahak yang terakhir di lab.
Pemeriksaan dahak dilakukan selama 3 hari dengan tujuan untuk yang dua hari pertama akan dijadikan indikasi oleh dokter apakah ada kuman TBC nya atau tidak. Untuk yang hari ke-3 untuk melilhat perkembangan kuman tersebut selama 3 bulan mendatang.
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa diambil sputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus dilakukan sebelum pasien menyikat gigi. Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu (bila ada). Sputum diambil dari batukkan pertama(first cough). Cara membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum dari bronkustrakea ke mulut wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup(Screw Cap Medium). Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus, seperti, butir keju, darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum susah keluarlakukan perawatan mulut Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
Selain diperiksa melalui mikroskop, sampel dahak juga dapat diperiksa dengan cara dibiakkan dalam medium tertentu (tes kultur dahak). Tetapi tes ini memakan waktu yang lama, sementara tes dahak yang biasa hanya memakan waktu beberapa jam saja untuk mendapatkan hasilnya.
3) Tes tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan sentimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
d. Psikososial
Klien dengan TB biasanya tidak cemas karena dispnea, seperti dispnea tidak umum kecuali ada efusi pleura masif. Namun, klien mungkin menyadari adanya kecemasan tidak jelas atau gugup yang terkait dengan keadaan kesehatan yang berubah. Perawat mempertimbangkan kemungkinan ini dalam pengkajian awal dan menjelaskan perlahan-lahan tujuan dari setiap aspek diagnosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. sekret kental, kelemahan upaya untuk batuk.
b. Ketidakpatuhan terhadap regimen pengobatan
c. Intoleransi aktivitas b.d. keletihan, perubahan status nutrisi, dan demam
d. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, anoreksia, dispnea.
3. Perencanaan dan Implementasi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. sekret kental, kelemahan upaya untuk batuk.
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot asesori.
2) Beri oksigen melalui nasal kanul atau masker wajah sesuai resep.
3) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
4) Beri pasien posisi semi fowler atau fowler.
5) Bantu pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif.
6) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
7) Beri obat-obatan sesuai indikasi: mukolitik dan bronkodilator.
b. Ketidakpatuhan terhadap regimen pengobatan
1) Beri tahu klien tentang obat-batan yang harus diminum, jadwal, dosis dan efek samping.
2) Beri pengertian pada pasien bahwa memakan semua obat adalah cara paling efektif untuk mencegah penularan
3) Instruksikan tentang pentingnya higienis: perawatan mulut, menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan.
c. Intoleransi aktivitas b.d. keletihan, perubahan status nutrisi, dan demam
1) Jadwalkan aktivitas progresif yang terencana dengan memfokuskan pada peningkatan toleransi aktivitas dan kekuatan otot.
2) Beri makan porsi kecil tapi sering.
3) Secara bertahap, tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, untuk waktu yang lebih singkat, dengan istirahat lebih banyak.
4) Pantau respon klien terhadap aktivitas
d. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
1) Kaji kemampuan klien untuk melanjutkan terapi di rumah
2) Kaji pasien terhadap reaksi obat yang merugikan
3) Beri penyuluhan dan pertimbangkan untuk perawatan di rumah
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, anoreksia, dispnea.
1) Catat status nutrisi klien pada intake, catat turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB.
2) Kaji adanya mual, muntah dan anoreksia.
3) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai
4) Awasi IO dan BB secara periodic
5) Beri perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
6) Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi bahwa klien:
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan sekresi menggunakan humidifikasi, masukan cairan, batuk dan drainase postural.
b. Menunjukkan tingkat pengetahuan yang adekuat:
1) Menyebutkan obat-obatan dengan namanya dan jadwal yang tepat untuk meminumnya.
2) Menyebutkan efek samping obat yang diperkirakan.
c. Mematuhi regimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan dan melaporkan skrinning tindak lanjut.
d. Ikut serta dalam tndakan preventif:
1) Membuang tisu yang sudah digunakan dengan baik.
2) Memberi dorongan pada individu yang kontak erat untuk melaporkan diri guma pemeriksaan.
e. Mempertahankan jadwal aktivitas.
f. Melakukan langkah-langkah untuk meminimalkan efek samping.
1) Minum vitamin tambahan (Vit B6) sesuai yang diresepkan, untuk meminimalkan neuropati perifer.
2) Hindari penggunaan alkohol.
3) Hindari makanan yang mengandung tiramin dan histamin.
4) Melakukan pemeriksaan fisik teratur dan pemeriksaan darah untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan hepar, neuropati, dan ketajaman penglihatan.
g. Tidak menunjukkan komplikasi
1) Mempertahankan berat badan atau mengalami kenaikan berat badan yang adekuat bila diindikasikan.
2) Menunjukkan hasil pemeriksaan fungsi ginjal dan hepar yang normal.
h. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
- Discharge Planning
a. Persiapan Home Care
Kebanyakan klien dengan TB dirawat di rumah. Namun, klien dengan TB akan dirawat sementara di rumah sakit jika dicurigai pneumonia atau komplikasi lain yang mungkin ada. Discharge mungkin tertunda jika situasi dianggap menyebabkan risiko tinggi atau jika klien dicurigai tidak akan patuh terhadap regimen pengobatan. Konsultasikan dengan pekerja pelayanan sosial di rumah sakit atau lembaga kesehatan masyarakat. Perawat juga dapat memastikan memulangkan klien ke lingkungan yang sesuai dengan pengawasan lanjutan.
b. Klien / Keluarga Pendidikan
Klien diinstruksikan untuk mengikuti regimen obat persis seperti yang ditentukan dan untuk selalu memiliki persediaan obat di rumah. Mereka juga diajarkan bagaimana cara meminimalkan efek samping. Perawat mengingatkan klien dengan TB bahwa penyakit tidak menular 2 sampai 3 minggu setelah terapi obat dimulai. Namun, klien harus melanjutkan dengan obat resep selama 9 sampai 12 bulan seperti yang diperintahkan.
Jika klien telah mengalami penurunan berat badan dan kelesuan yang parah, ia secara bertahap harus melanjutkan kegiatan biasa. Nutrisi yang tepat dengan makanan dari empat kelompok dasar makanan harus dijaga untuk mencegah terulangnya.
b. Persiapan Psikososial
Perawat klien dengan TB bahwa masyarakat akan mengaitkan stigma dengan penyakit dengan menghubungkannya dengan para pelanggar substansi dan gelandangan. Tidak semua orang yang memiliki TB merupakan anggota dan kelompok dukungan lain dalam masyarakat dapat menyajikan sebuah sikap positif untuk membantu klien mengatasi kemungkinan reaksi negatif.
Sumberdaya Perawatan Kesehatan. Klien perlu mendapat tindak lanjut perawatan oleh dokter selama minimal 1 tahun selama pengobatan aktif. Selain itu, ALA, sebuah organisasi yang menggunakan relawan, dapat memberikan informasi gratis kepada klien tentang penyakit dan pengobatannya. Alcoholics Anonymous dan sumber daya perawatan kesehatan lainnya untuk klien dengan alkoholisme juga tersedia jika diperlukan. Para perawat membantu klien yang penyalahgunaan obat-obatan untuk mencari program obat pengobatan yang tepat
Sumberdaya Perawatan Kesehatan. Klien perlu mendapat tindak lanjut perawatan oleh dokter selama minimal 1 tahun selama pengobatan aktif. Selain itu, ALA, sebuah organisasi yang menggunakan relawan, dapat memberikan informasi gratis kepada klien tentang penyakit dan pengobatannya. Alcoholics Anonymous dan sumber daya perawatan kesehatan lainnya untuk klien dengan alkoholisme juga tersedia jika diperlukan. Para perawat membantu klien yang penyalahgunaan obat-obatan untuk mencari program obat pengobatan yang tepat
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga dipengaruhi, yang dibagi dalam 5 klasifikasi yaitu Klasifikasi 0: Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tes tuberkulin negatif, tidak menderita TBC; Klasifikasi I: Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC. Disini, riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif; Klasifikasi II: Terinfeksi TBC, tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif). Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif; Klasifikasi III: Sedang menderita TBC; Klasifikasi IV: Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif dan Klasifikasi V: Dicurigai TBC.
Penderita awal TBC mempunyai tanda dan gejala, yaitu demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada dan malaise. TBC dapat menyebabkan komplikasi seperti hemoptisis berat, pneumothoraks dan yang paling parah adalah penyebaran TB ke jaringan lain sperti ginjal, tulang dan otak.
Pasien TBC akan mendapat terapi farmakologi berupa obat OAT, yang harus diminum secara rutin selama 6-9 bulan. TBC dapat dicegah dengan memberikan vaksin BCG, tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk dan meminum susu sapi yang sudah dimasak.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah meliputi pengkajian, yaitu riwayat kesehatan masa lalu: sejarah perjalanan klien dan riwayat pemberian vaksin BCG. Tes diagnostik yang dilakukan ada 3, yaitu foto rontgen, tes sputum dan tes tuberkulin. Dari pengkajian didapat beberapa diagnosa, salah satunya adalah bersihan jalan nafas tidak efektif dengan intervensi ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif, tingkatkan intake cairan, beri posisi fowler/semi fowler, beri oksigen melalui nasal kanul atau masker wajah sesuai resep. Evaluasi yang diharapkan meliputi mempertahankan jalan napas paten dengan sekresi menggunakan humidifikasi, masukan cairan, batuk dan drainase postural.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 1991. Medical-Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. Philadelphia: WB Saunders Company.
LeMone, P & Burke, K.M. 2000. Medical-Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care. New Jersey: Prentice Hall Health Upper Sadle River.
Soeparman, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
http://medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.