Cari Blog Ini

Jumat, 25 Mei 2012

Asuhan Keperawatan dengan Osteoporosis


TINJAUAN PUSTAKA
A.    KONSEP DASAR
1.      Review Anatomi Fisiologi Tulang Panjang
a.       Anatomi
Tulang panjang ( Femur, Humerus ) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas , dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongibone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.
Hormon pertumbuhan, estrogen,dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis .Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
Tulang secara umum terdiri dari zat organik dan anorganik.  Zat organik sebanyak 30 % terdiri dari matriks kolagen dan kolagen nonglikoprotein, fosfoprotein, fosfolipid dan mukopolisakarida yang bersama-sama membentuk osteoid yang terdiri dari kurang lebih 95 % dari total volume, sedangkan 5 % dari organik terdiri dari sel-sel osteoblas.
b.      Fisiologi
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
2.      Definisi
Osteoporosis didefinisikan sebagai “tulang keropos” adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hilangnya massa tulang, meningkatkan kerapuhan tulang, dan peningkatan resiko fraktur yang mengurangi massa tulang osteoporosis disebabkan oleh ketidakseimbangan prose yang mempengaruhi pertumbuhan tulang dan pemeliharaan, walaupun osteoporosis dapat diakibatkan dari gangguan endokrin atau keganasan, hal ini sangat sering dikaitkan dengan penuaan.
tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian pembentukan tulang, mengakibatkan penu­runan massa tulang total (Bruner & suddarth )
3.      Insiden
Penyakit ini 2-4 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh klien, satu diantara tiga wanita yang berusia diatas 60 tahun dan satu diantara enam pria yang berusia diatas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini. Namun tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Menurut penelitian, 24% dari wanita umur 40-59 tahun sudah mengalami osteoporosis dan 62% wanita berumur 60-70 tahun mengalami osteoporosis.
Di Indonesia prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36% sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun untuk wanita 53,6% sedangkan pria 38% dan menurut yayasan osteoporosis internasional, lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang diseluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050, mereka yang terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun.
Sedangkan menurut Depkes, 2006, dua dari lima orang di Indonesia memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis. Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa sebanyak 38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di Makmal Terpadu FKUI Jakarta ternyata terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak 14,7% sedangkan di Surabaya sebanyak 26% pasien dinyatakan positif osteoporosis.
4.      Patofisiologi
a.       Etiologi
1)      Faktor yang tidak dapat diubah
a)      Usia
Masa tulang rangka mencapai puncaknya pada usia 35 tahun kemudian mulai menurun.
b)      Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk manifestasi dan komplikasi osteoporosis karena puncak masa tulang (masa tulang maksimum yang dicapai selama pertumbuhan tulang) adalah 10% sampai 15% lebih rendah dari laki-laki.


c)      Ras
Orang dengan ras Eropa-Amerika dan orang Asia memiliki resiko lebih besar terkena osteoporosis dari pada orang dengan ras Afrika-Amerika karena mereka memiliki kepadatan tulang lebih besar.
d)     Faktor genetik
Ada beberapa bukti bahwa kulit pucat, kulit tipis, serta rambut dan mata yang berwarna terang mengindikasikan peningkatan resiko osteoporosis. Beberapa studi menunjukkan bahwa variasi genetik terkait dengan reseptor vitamin D yang mempengaruhi mineral kepadatan tulang.
e)      Gangguan sistem endokrin
Klien yang memiliki gangguan endokrin seperti hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, Sindrom Cushing, dan diabetes melitus beresiko tinggi untuk terkena osteoporosis karena gangguan ini mempengaruhi metabolisme, lalu mempengaruhi status nutrisi dan mineralisasi tulang.
2)      Faktor yang dapat diubah
a)      Kekurangan Kalsium
Kekurangan kalsium merupakan salah satu faktor yang paling penting resiko dimodifikasi berkontribusi pada osteoporosis. Kalsium merupakan mineral penting dalam proses pembentukan tulang dan fungsi tubuh lainnya yang signifikan. Bila ada cukup asupan kalsium dalam diet, tubuh mengimbanginya dengan melepaskan kalsium dari kerangka, melemahnya jaringan tulang. Asidosis, yang mungkin hasil dari diet tinggi protein, memberikan kontribusi untuk osteoporosis dalam dua cara. Kalsium diambil dari tulang sebagai upaya ginjal untuk buffer kelebihan asam. Asidosis juga secara langsung dapat merangsang fungsi osteoklas.
Pada saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium ke darah. Jika kadar Ca meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormone tersebut mengurangi ekskresi Ca diginjal dan memfasilitasi absorpsinya dari usus halus. Hal ini untuk mempertahankan suplai Ca ditulang. Respon ini merupakan contoh umpan balik system Loop yang terjadi dalam system endokrin.

b)      Kekurangan Estrogen
Sementara defisiensi estrogen biasanya dikaitkan dengan menopause (natural atau bedah), selain faktor gaya hidup juga dapat berkontribusi, eksekusi yang berlebihan, anoreksia, dan bulemia dapat menyebabkan amenore dan kekurangan estrogen. 
c)      Merokok
Merokok telah lama diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk osteoporosis. Meskipun penelitian belum ditetapkan penggunaan tembakau sebagai penyebab osteoporosis, sebuah korelasi kuat ada. Keropos tulang signifikan telah diidentifikasi di kedua wanita menopause dan laki-laki tua yang merokok. Hubungan antara dan dewasa muda juga telah diidentifikasi.
d)     Tinggi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol berlebihan merupakan faktor risiko untuk osteoporosis. Alkohol memiliki efek toksik langsung terhadap aktivitas osteoblas, pembentukan tulang tertekan selama periode keracunan alkohol. Selain itu, penggunaan alkohol berat sering dikaitkan dengan kekurangan gizi yang berkontribusi pada osteoporosis. Menariknya, konsumsi alkohol moderat pada wanita menopause sebenarnya dapat meningkatkan kandungan mineral tulang, kemungkinan oleh peningkatan tingkat estrogen dan kalsitonin.\
e)      Gaya hidup
Gaya hidup menetap merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang dapat menyebabkan osteoporosis. excercise Berat-bantalan, seperti berjalan, pengaruh metabolisme tulang dalam beberapa cara. Stres karena ini tipe dari excescise menyebabkan peningkatan aliran darah ke tulang, yang membawa pertumbuhan memproduksi nutrisi ke sel. Berjalan menyebabkan peningkatan pertumbuhan osteoblas dan aktivitas.
f)       Obat
Obat berkepanjangan yang meningkatkan ekskresi kalsium, seperti aluminium yang mengandung antasida, kortikosteroid, dan antikonvulsan, meningkatkan risiko klien osteoporosis berkembang. terapi Heparin meningkatkan resorpsi tulang, dan penggunaan jangka panjang yang terkait dengan osteoporosis.
Obat antasida yang umum dikenal sebagai obat anti sakit maag dapat menghambat penyerapan kalsium. Penghambatan dipicu oleh magnesium dan aluminium hidroksida yang mampu mengikat kalsium dan mengubahnya menjadi bentukan baru yang sulit diserap. Obat cholesteramine yang lazim digunakan untuk mengikat asam empedu agar terjadi penurunan kolesterol darah, juga dapat menurunkan kadar kalsium tubuh akibat pembuangan melalui urin.
b.      Patofisiologi
1)      Aging
a)      Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
b)      Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula

Remodelling
 
usia lanjut
 
Resorpsi tulang oleh osteoclast meningkat, penurunan aktifitas osteoblast

 
osteoporosis

 
 













Gambar 1: Bagan terjadinya Osteoporosis karena faktor yang tidak dapat diubah

c)      Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda
d)     Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %
e)      Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris,  dan korpus vertebra
f)       Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal
2)      Penggunaan Steroid
 
Gambar 2: Bagan terjadinya Osteoporosis karena faktor yang tidak dapat diubah
Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik menurunkan umur osteoblast dan meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoclast dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung. Dengan menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan hiperparatiroidisme sekunder. Steroid menghambat produksi hormon steroid seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium dan testis yang juga mengakibatkan resorpsi tulang. 
5.      Manifestasi Klinis
a.       Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
b.      Nyeri timbul mendadak
c.       Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
d.      Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
e.       Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan  dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
f.       Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
6.      Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
7.                    Pemerikasaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan sinar-x
Dilakukan bila sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps, ver­tebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lum-balis menjadi bikonkaf.
b.      Pemeriksaan laboratorium
Misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah.Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan di­agnosis medis lain (mis. mieloma multipel, osteomalasia, hiperparatiroidisme, keganasan) yang juga meuyumbang terjadinya kehilangan tulang.
c.       Absorpsiometri foton-tunggal
Digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan.
d.      Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorptiomefy (DEXa), dan CT
Mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada tu­lang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respons terhadap terapi.

8.      Penatalaksanaan Kolaboratif
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri atas tiga gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis. keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
Terapi penggantian hormon (HRT = hormone replacement therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan umuk memperlambat kehilang­an tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang.  Estrogen tak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (mis. gangguan gas­trointestinal, aliran panas, frekwensi urine) biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium fluori­da memperbaiki aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang; namun, kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi re­sorpsi tulang osteoblastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.
9.      Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan mencapai massa tulang dewasa( Proses konsolidasi) yang optimal dengan cara mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.    Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b.    Latihan teratur setiap hari
c.    Hindari :

1)      Makanan tinggi protein
2)      Minum alkohol
3)      Merokok
4)      Minum kopi
5)      Minum antasida yang  mengandung aluminium

B.     ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.       Riwayat:
1)                Kaji identitas klien: nama, usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan.
2)                Kaji riwayat kesehatan klien: status haid (perempuan), asupan kalsium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok. Tanyakan apa ada riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi. Tanyakan juga apakah ada riwayat alergi terhadap obat-obatan/makanan tertentu serta adakah penggunaan alkohol, rokok atau kafein.
3)                Kaji riwayat keluarga tentang osteoporosis.
b.      Pemeriksaan Fisik:
1)      Kaji kondisi fisik pasien: imobilisasi lama, posisi tubuh saat duduk/berdiri.
2)      Ukur tinggi badan klien
3)      Kaji adanya tanda-tanda nyeri: meringis, gelisah.
c.       Pengkajian Psikososial
Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi dan lain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi intercoitus. Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
  1. Diagnosa Keperawatan
                           a.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
                          b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
                           c.      Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
                          d.      Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus) ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
                           e.      Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubung­an dengan tulang osteoporotik.
                           f.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
  1. Intervensi dan implementasi
                           a.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
1)      Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2)      Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
3)      Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
                          b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
1)    Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
2)    Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
3)    Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
                           c.      Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan criteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
1)    Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku).
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
2)    Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
3)    Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama
4)    Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
                          d.      Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus) ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
1)    Auskultasi bising usus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
2)    Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus
3)    Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
4)    Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5)    Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
                           e.      Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubung­an dengan tulang osteoporotik ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
Tujuan : cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
1)      Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
2)      Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis
3)      Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
                           f.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
1)    Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
2)    Hindari kritik negative.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
3)    Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
  1. Evaluasi
                           a.      Mendapatkan pengetahuan mengenai osteoporosis dan program penanganannya.
                          b.      Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latih­an terhadap massa tulang.
                           c.      Mengkonsumsi kalsium diet dengan jumlah yang mencukupi.
                          d.      Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
                           e.      Meningkatkan latihan
                           f.      Gunakan terapi hormon yang diresepkan
                          g.      Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran.
                          h.      Mendapatkan peredaan nyeri.
1)        Mengalami redanya nyeri saat beristirahat.
2)   Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari.
3)        Menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur.
                            i.      Menunjukkan pengosongan usus yang normal.
1)      Bising usus aktif.
2)     Gerakan usus teratur
                            j.    Tidak mengalami fraktur baru
1)      Mempertahankan postur yang bagus.
2)      Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
3)      Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
4)      Rajin menjalankan latihan pembebanan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
5)      Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari.
6)      Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah.
7)      Menciptakan lingkungan rumah yang aman.
8)      Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan.
9)      Status psikologis yang seimbang