TINJAUAN PUSTAKA
A.
KONSEP
DASAR
1.
Review
Anatomi Fisiologi Tulang Panjang
a. Anatomi
Tulang panjang (
Femur, Humerus ) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut
diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang
rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas , dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongibone (cancellous atau trabecular). Pada akhir
tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang
berhenti tumbuh.
Hormon
pertumbuhan, estrogen,dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis .Kanalis medularis
berisi sumsum tulang.
Tulang
secara umum terdiri dari zat organik dan anorganik. Zat organik sebanyak 30 % terdiri dari
matriks kolagen dan kolagen nonglikoprotein, fosfoprotein, fosfolipid dan
mukopolisakarida yang bersama-sama membentuk osteoid yang terdiri dari kurang
lebih 95 % dari total volume, sedangkan 5 % dari organik terdiri dari sel-sel
osteoblas.
b.
Fisiologi
Pembentukan
tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago).
Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang
rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas
ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi
periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di
daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan
membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya
zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel
tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada
tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi
pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih
tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam
pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang
disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
2.
Definisi
Osteoporosis didefinisikan sebagai “tulang keropos”
adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hilangnya massa tulang,
meningkatkan kerapuhan tulang, dan peningkatan resiko fraktur yang mengurangi
massa tulang osteoporosis disebabkan oleh ketidakseimbangan prose yang
mempengaruhi pertumbuhan tulang dan pemeliharaan, walaupun osteoporosis dapat
diakibatkan dari gangguan endokrin atau keganasan, hal ini sangat sering
dikaitkan dengan penuaan.
tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan Osteoporosis
adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa
tulang total. Terdapat perubahan pergantian pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total (Bruner & suddarth )
3.
Insiden
Penyakit ini 2-4 kali lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pria. Dari seluruh klien, satu diantara tiga wanita yang
berusia diatas 60 tahun dan satu diantara enam pria yang berusia diatas 75
tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini. Namun tidak semua wanita
memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita
kulit hitam. Menurut penelitian, 24% dari wanita umur 40-59 tahun sudah
mengalami osteoporosis dan 62% wanita berumur 60-70 tahun mengalami
osteoporosis.
Di Indonesia prevalensi osteoporosis untuk umur
kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36% sedangkan pria 20-27%, untuk
umur diatas 70 tahun untuk wanita 53,6% sedangkan pria 38% dan menurut yayasan
osteoporosis internasional, lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang
diseluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050, mereka yang terserang
rata-rata berusia diatas 50 tahun.
Sedangkan menurut Depkes, 2006, dua dari lima orang
di Indonesia memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis. Hasil penelitian
Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa sebanyak
38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di Makmal
Terpadu FKUI Jakarta ternyata terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak 14,7%
sedangkan di Surabaya sebanyak 26% pasien dinyatakan positif osteoporosis.
4.
Patofisiologi
a. Etiologi
1)
Faktor yang tidak dapat diubah
a)
Usia
Masa tulang rangka mencapai puncaknya pada usia 35
tahun kemudian mulai menurun.
b)
Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk
manifestasi dan komplikasi osteoporosis karena puncak masa tulang (masa tulang
maksimum yang dicapai selama pertumbuhan tulang) adalah 10% sampai 15% lebih
rendah dari laki-laki.
c)
Ras
Orang dengan ras Eropa-Amerika dan orang Asia
memiliki resiko lebih besar terkena osteoporosis dari pada orang dengan ras
Afrika-Amerika karena mereka memiliki kepadatan tulang lebih besar.
d) Faktor
genetik
Ada beberapa bukti bahwa kulit pucat, kulit tipis,
serta rambut dan mata yang berwarna terang mengindikasikan peningkatan resiko
osteoporosis. Beberapa studi menunjukkan bahwa variasi genetik terkait dengan
reseptor vitamin D yang mempengaruhi mineral kepadatan tulang.
e)
Gangguan sistem endokrin
Klien yang memiliki gangguan endokrin seperti
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, Sindrom Cushing, dan diabetes melitus
beresiko tinggi untuk terkena osteoporosis karena gangguan ini mempengaruhi metabolisme,
lalu mempengaruhi status nutrisi dan mineralisasi tulang.
2)
Faktor yang dapat diubah
a) Kekurangan
Kalsium
Kekurangan kalsium merupakan salah satu faktor yang paling penting
resiko dimodifikasi berkontribusi pada osteoporosis. Kalsium
merupakan mineral penting dalam proses pembentukan tulang dan fungsi tubuh
lainnya yang signifikan. Bila ada cukup asupan kalsium dalam diet, tubuh
mengimbanginya dengan melepaskan kalsium dari kerangka, melemahnya jaringan
tulang. Asidosis, yang mungkin hasil dari
diet tinggi protein, memberikan kontribusi untuk osteoporosis dalam dua cara. Kalsium diambil
dari tulang sebagai upaya ginjal untuk buffer kelebihan asam. Asidosis
juga secara langsung dapat merangsang fungsi osteoklas.
Pada saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan menstimulasi tulang
untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium ke darah.
Jika kadar Ca meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormone tersebut
mengurangi ekskresi Ca diginjal dan memfasilitasi absorpsinya dari usus halus.
Hal ini untuk mempertahankan suplai Ca ditulang. Respon ini merupakan contoh
umpan balik system Loop yang terjadi dalam system endokrin.
b) Kekurangan
Estrogen
Sementara defisiensi estrogen biasanya dikaitkan dengan menopause
(natural atau bedah), selain faktor gaya hidup juga dapat berkontribusi, eksekusi
yang berlebihan, anoreksia, dan bulemia dapat menyebabkan amenore dan
kekurangan estrogen.
c) Merokok
Merokok
telah lama diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk osteoporosis. Meskipun
penelitian belum ditetapkan penggunaan tembakau sebagai penyebab osteoporosis,
sebuah korelasi kuat ada. Keropos tulang signifikan telah diidentifikasi di
kedua wanita menopause dan laki-laki tua yang merokok. Hubungan antara dan dewasa
muda juga telah diidentifikasi.
d) Tinggi
konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol berlebihan merupakan faktor risiko untuk
osteoporosis. Alkohol memiliki efek toksik langsung terhadap
aktivitas osteoblas, pembentukan tulang tertekan selama periode keracunan
alkohol. Selain itu, penggunaan alkohol berat sering
dikaitkan dengan kekurangan gizi yang berkontribusi pada osteoporosis. Menariknya,
konsumsi alkohol moderat pada wanita menopause sebenarnya dapat meningkatkan
kandungan mineral tulang, kemungkinan oleh peningkatan tingkat estrogen dan
kalsitonin.\
e) Gaya hidup
Gaya hidup menetap merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang
dapat menyebabkan osteoporosis. excercise Berat-bantalan, seperti berjalan,
pengaruh metabolisme tulang dalam beberapa cara. Stres
karena ini tipe dari excescise menyebabkan peningkatan aliran darah ke tulang,
yang membawa pertumbuhan memproduksi nutrisi ke sel. Berjalan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan osteoblas dan aktivitas.
f)
Obat
Obat berkepanjangan yang meningkatkan ekskresi kalsium, seperti
aluminium yang mengandung antasida, kortikosteroid, dan antikonvulsan,
meningkatkan risiko klien osteoporosis berkembang. terapi
Heparin meningkatkan resorpsi tulang, dan penggunaan jangka panjang yang
terkait dengan osteoporosis.
Obat
antasida yang umum dikenal sebagai obat anti sakit maag dapat menghambat
penyerapan kalsium. Penghambatan dipicu oleh magnesium dan aluminium hidroksida
yang mampu mengikat kalsium dan mengubahnya menjadi bentukan baru yang sulit
diserap. Obat cholesteramine yang lazim digunakan untuk mengikat asam empedu
agar terjadi penurunan kolesterol darah, juga dapat menurunkan kadar kalsium
tubuh akibat pembuangan melalui urin.
b. Patofisiologi
1) Aging
a) Dalam
keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang
yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari
proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
b) Proses
konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang
bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
|
|
|||||||||||||
|
||||||||||||||
|
Gambar 1: Bagan terjadinya
Osteoporosis karena faktor yang tidak dapat diubah
c) Pada
usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian
korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda
d)
Pada
pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd
wanita 40-50 %
e)
Penurunan
massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum
femoris, dan korpus vertebra
f)
Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal
dan radius bagian distal
2) Penggunaan
Steroid
Gambar 2: Bagan terjadinya
Osteoporosis karena faktor yang tidak dapat diubah
Secara skematis,
patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan sebagai 2
proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan
resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik menurunkan umur osteoblast dan
meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan
kegiatan osteoclast dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung. Dengan
menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan meningkatkan ekskresi kalsium urine,
steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan hiperparatiroidisme sekunder. Steroid
menghambat produksi hormon steroid seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium
dan testis yang juga mengakibatkan resorpsi tulang.
5. Manifestasi Klinis
a.
Nyeri
dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur
kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
b. Nyeri
timbul mendadak
c.
Sakit
hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
d.
Nyeri
berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
e.
Nyeri
ringan pada saat bangun tidur dan dan
akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
f.
Deformitas
vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
6.
Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara
progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering
mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.
7.
Pemerikasaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan
sinar-x
Dilakukan bila sudah terjadi demineralisasi
25% sampai 40%. Tampak
radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra
torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lum-balis menjadi bikonkaf.
b. Pemeriksaan laboratorium
Misalnya : kalsium
serum, fosfat serum, fosfatase
alkali, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit,
laju endap darah.Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
medis lain (mis. mieloma multipel, osteomalasia, hiperparatiroidisme,
keganasan) yang juga meuyumbang terjadinya kehilangan tulang.
c. Absorpsiometri foton-tunggal
Digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada
sendi pergelangan tangan.
d. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorptiomefy (DEXa), dan CT
Mampu memberikan
informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat
berguna untuk mengidentifikasi tulang
osteoporosis dan mengkaji respons terhadap
terapi.
8. Penatalaksanaan Kolaboratif
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur
pertengahan, dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri atas tiga gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau
makanan lain yang tinggi kalsium (mis. keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
Terapi penggantian hormon (HRT = hormone replacement therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan umuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi
tidak meningkatkan massa tulang. Estrogen tak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan
pasti.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk
menangani osteoporosis termasuk kalsitonin,
natrium fluorida, dan
natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan
diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (mis.
gangguan gastrointestinal,
aliran panas, frekwensi urine) biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik dan
pembentukan tulang; namun, kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang
menghalangi resorpsi
tulang osteoblastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi
osteoporosis.
9. Pencegahan
Pencegahan
sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan mencapai
massa tulang dewasa( Proses konsolidasi) yang optimal dengan cara mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap
bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan
teratur setiap hari
c. Hindari
:
1) Makanan
tinggi protein
2) Minum
alkohol
3) Merokok
4) Minum
kopi
5) Minum
antasida yang mengandung aluminium
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Riwayat:
1) Kaji identitas klien: nama, usia,
jenis kelamin, ras, pekerjaan.
2) Kaji riwayat kesehatan
klien: status haid (perempuan), asupan kalsium, fosfat dan vitamin D.
obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok. Tanyakan apa
ada riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit ginjal, saluran
cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid, usia menarke dan
menopause, penggunaan obat kontrasepsi. Tanyakan juga apakah ada riwayat alergi
terhadap obat-obatan/makanan tertentu serta adakah penggunaan alkohol, rokok
atau kafein.
3) Kaji riwayat keluarga tentang osteoporosis.
b. Pemeriksaan
Fisik:
1) Kaji
kondisi fisik pasien: imobilisasi lama, posisi tubuh saat
duduk/berdiri.
2) Ukur
tinggi badan klien
3) Kaji
adanya tanda-tanda nyeri: meringis, gelisah.
c.
Pengkajian Psikososial
Perawat
perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada
penderita kiposis berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial sebab adanya
perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi dan
lain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak
nyaman selama posisi intercoitus. Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang
maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
- Diagnosa Keperawatan
a.
Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau
fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan
tinggi badan.
c.
Nyeri yang berhubungan
dengan fraktur dan spasme otot ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada
pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak
meringis.
d.
Konstipasi
yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi
usus) ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah
dan keras.
e.
Risiko terhadap cedera:
fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotik.
f.
Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
- Intervensi dan implementasi
a.
Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami
tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien
mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan,
klien tampak tenang
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2) Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
3) Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk
mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau
fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan
tinggi badan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan
mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan,
klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
1) Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai
dengan kemampuannya.
2) Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan.
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas
c.
Nyeri yang berhubungan
dengan fraktur dan spasme otot ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak
pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak
meringis.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
dengan criteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien
dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya
secara sederhana.
1) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku).
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
2) Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa
nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
3) Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif,
latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk
periode lebih lama
4) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
d.
Konstipasi
yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi
usus) ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah
dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien
tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi
feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3
hari
1) Auskultasi bising usus.
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
2) Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau
berkurang.
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat
distensi ileus dan usus
3) Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang
diperlukan.
4) Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan
yang lebih banyak termasuk jus/sari buah.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
e.
Risiko terhadap cedera:
fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotik ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang
belakang terlihat bungkuk.
Tujuan : cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan
tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
1)
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya
missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang
cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
2)
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara
perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra
pada klien osteoporosis
3)
Observasi efek samping obat-obatan yang
digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
f.
Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan
criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri
yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan
peningkatan perasaan positif.
1) Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien
merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
2) Hindari kritik negative.
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
3) Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien.
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses
adaptasi
- Evaluasi
a.
Mendapatkan
pengetahuan mengenai osteoporosis dan program penanganannya.
b.
Menyebutkan
hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang.
c.
Mengkonsumsi
kalsium diet dengan jumlah yang mencukupi.
d.
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
e.
Meningkatkan
latihan
f.
Gunakan terapi hormon yang
diresepkan
g.
Menjalani prosedur skrining
sesuai anjuran.
h.
Mendapatkan peredaan nyeri.
1)
Mengalami
redanya nyeri saat beristirahat.
2)
Mengalami
ketidaknyamanan minimal selama aktivitas
kehidupan sehari-hari.
3)
Menunjukkan
berkurangnya nyeri tekan pada tempat
fraktur.
i.
Menunjukkan pengosongan usus yang normal.
1) Bising usus aktif.
2) Gerakan usus teratur
j. Tidak mengalami fraktur baru
1)
Mempertahankan postur yang
bagus.
2)
Mempergunakan mekanika tubuh
yang baik.
3)
Mengkonsumsi
diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
4)
Rajin
menjalankan latihan pembebanan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
5)
Istirahat
dengan berbaring beberapa kali sehari.
6)
Berpartisipasi
dalam aktivitas di luar rumah.
7)
Menciptakan
lingkungan rumah yang aman.
8)
Menerima bantuan dan
supervisi sesuai kebutuhan.
9)
Status psikologis yang seimbang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.